Sailendra ialah nama suatu dinasti yang pernah menyebarkan pengaruhnya ke hampir seluruh pelosok Nusantara, semenanjung Malaya (Singapura dan Malaysia sekarang), Thailand, Indochina (antara lain Vietnam, Laos, Burma, dan Kamboja), Filipina, dan hingga India. Nama Sailendra dijumpai antara lain di dalam Prasasti Kalasan dari tahun 778 Masehi (Sailendragurubhis; Sailendrawansatilakasya; Sailendrarajagurubhis). Kemudian ditemukan juga di dalam Prasasti Kelurak dari tahun 782 Masehi (Sailendrawansatilakena), di dalam Prasasti Abhayagiriwihara dari tahun 792 Masehi (Dharmmatungadewasyasailendra), Prasasti Sojomerto (Batang, Jawa Tengah) dari tahun 725 Masehi (Selendranamah) dan Prasasti Kayumwunan (Temanggung, Jawa Tengah) dari tahun 824 Masehi (Sailendrawansatilaka). Semua prasasti tersebut ditemukan di Indonesia. Nama dinasti ini ditemukan juga dalam Prasasti Ligor di Thailand dari tahun 775 Masehi dan juga dijumpai pada Prasasti Nalanda di India.
“Pujian bagi raja yang berhasil menaklukkan musuh-musuhnya dan merupakan wujud kembar dewa kasta yang dengan kekuatannya disebut (sebagai dewa) Wisnu, kedua mematahkan keangkuhan semua musuhnya (Sarwarimadawimthana). Ia adalah keturunan dari (keluarga Sailendra) yang tersohor disebut Srimaharaja.” (Prasasti Ligor B, Chaiya, Thailand).
Di dalam Prasasti Nalanda di India terukir nama Sailendrawansatilaka (permata dinasti Sailendra) dan Balaputradeva raja Jawa. Penemuan nama dinasti ini di India telah benar-benar mengundang keingintahuan banyak peneliti Barat, terutama para ahli sejarah untuk mengetahui siapakah dinasti tersebut yang mampu memahatkan nama besarnya di India.
Asal-usul Sailendra
Berbagai pendapat diajukan oleh para ahli sejarah dan arkeolog dari berbagai negara. Sebagian ahli sejarah seperti Majumdar, Moens, dan Nilakanta Sastri menyatakan Sailendra berasal dari India. Sedangkan Coedes mengajukan dugaan Sailendra berasal dari Funan. Ahli sejarah lain seperti Poerbatjaraka menegaskan Sailendra berasal dari Nusantara, yaitu dari Kepulauan Melayu (Sumatra).
Berbagai pendapat diajukan oleh para ahli sejarah dan arkeolog dari berbagai negara. Sebagian ahli sejarah seperti Majumdar, Moens, dan Nilakanta Sastri menyatakan Sailendra berasal dari India. Sedangkan Coedes mengajukan dugaan Sailendra berasal dari Funan. Ahli sejarah lain seperti Poerbatjaraka menegaskan Sailendra berasal dari Nusantara, yaitu dari Kepulauan Melayu (Sumatra).
Majumdar mengandaikan Sailendra, baik di Sriwijaya (Sumatera) atau Medang (Jawa) berasal dari Kalinga (India Selatan). Nilakanta Sastri dan Moens mempunyai pendapat yang sama. Moens menganggap bahawa keluarga ini berasal dari India dan tinggal di Palembang sebelum kedatangan Dapunta Hyang. Pada tahun 682 Masehi, keluarga ini berangkat ke Jawa karena tekanan Dapunta Hyang dan tentaranya. Pada masa itu pusat Sriwijaya berada di Semenanjung Melaya.
Coedes menganggap Sailendra berasal dari Funan (Kamboja). Jatuhnya Kerajaan Funan akibat kerusuhan telah mendorong keluarga ini ke Jawa. Lalu mereka menjadi penguasa di Medang (Mataram) dan pada pertengahan abad ke-8 menggunakan Sailendra sebagai nama keluarga.
Slamet Muljana berpendapat sama dengan Poerbatjaraka berdasarkan gelar ‘Dapunta’ yang ditemui dalam Prasasti Sojomerto. Gelar ini juga ditemui pada Prasasti Kedukan Bukit (Dapunta Hiyang) dan Prasasti Talang Tuwo. Ketiga inskripsi/prasasti itu ditulis dalam Bahasa Melayu Kuno yang ketika itu dipakai oleh masyarakat di Pulau Sumatra. Di sanalah pusat kekuasaan Kerajaan Sriwijaya yang diperkirakan berdiri pada akhir 600-an Masehi.
Pendapat tentang Sailendra berasal dari Nusantara dikemukakan oleh Poerbatjaraka. Menurut beliau, Sanjaya dan keturunannya adalah raja dari keluarga Sailendra. Asal-usul dari Kepulauan Melayu dan beragama Hindu-Siva.Tapi kemudian Panamkaran (salah seorang kerabat Sailendra) menjadi pengikut Buddha Mahayana. Pendapat ini didasarkan pada Carita Parahyangan yang menyebutkan, Rakai Sanjaya memerintahkan anaknya, Rakai Panaraban atau Rakai Tamperan untuk berpindah agama karena agama ini dihormati oleh semua orang.
Pendapat Poerbatjaraka berdasarkan Carita-Parahyangan, kemudian dikuatkan oleh inskripsi yang ditemui di wilayah Kabupaten Batang. Dalam inskripsi yang dikenali sebagai Prasasti Sojomerto, nama Dapunta Sailendra disebutkan juga nama ayahnya Santanu dan ibunya bernama Sampula (dapunta selendra namah santanu nama nda bapa nda bhadrawati nama aya nda sampula nama nda). Menurut Boechari, tokoh yang bernama Dapunta Sailendra adalah moyang dan pengasas kepada semua raja-raja dari keturunan raja Sailendra di Medang.
Siapakah Sailendra
Prasasti Sojomerto ditulis dalam Bahasa Melayu Kuno. Nama ‘Dapunta Selendra’ adalah jelas ejaan Melayu dari kata Sansekerta ‘Sailendra’. Jika keluarga Sailendra berasal dari India Selatan, sudah tentu mereka akan menggunakan bahasa Tamil atau setidak-tidaknya bahasa Sansekerta pada prasasti mereka. Berdasarkan gaya paleografiknya, Prasasti Sojomerto ditulis pada pertengahan abad ke-7 Masehi.
Prasasti Sojomerto ditulis dalam Bahasa Melayu Kuno. Nama ‘Dapunta Selendra’ adalah jelas ejaan Melayu dari kata Sansekerta ‘Sailendra’. Jika keluarga Sailendra berasal dari India Selatan, sudah tentu mereka akan menggunakan bahasa Tamil atau setidak-tidaknya bahasa Sansekerta pada prasasti mereka. Berdasarkan gaya paleografiknya, Prasasti Sojomerto ditulis pada pertengahan abad ke-7 Masehi.
Isi teks prasasti Sojomerto
“… – ryayon çrî sata …
… _ a kotî
… namah ççîvaya
bhatâra parameçva
ra sarvva daiva ku samvah hiya
– mih inan –is-anda dapu
nta selendra namah santanû
namânda bâpanda bhadravati
namanda ayanda sampûla
namanda vininda selendra namah
mamâgappâsar lempewângih”
“… – ryayon çrî sata …
… _ a kotî
… namah ççîvaya
bhatâra parameçva
ra sarvva daiva ku samvah hiya
– mih inan –is-anda dapu
nta selendra namah santanû
namânda bâpanda bhadravati
namanda ayanda sampûla
namanda vininda selendra namah
mamâgappâsar lempewângih”
Terjemahan teks yang terbaca:
“Sembah kepada Siwa Bhatara Paramecwara dan semua dewa-dewa
… dari yang mulia Dapunta Selendra
Santanu adalah nama bapaknya, Bhadrawati adalah nama ibunya, Sampula adalah nama bininya dari yang mulia Selendra.”
“Sembah kepada Siwa Bhatara Paramecwara dan semua dewa-dewa
… dari yang mulia Dapunta Selendra
Santanu adalah nama bapaknya, Bhadrawati adalah nama ibunya, Sampula adalah nama bininya dari yang mulia Selendra.”
Prasasti Sojomerto telah menggugurkan semua teori Majumdar, Nilakanta Sastri, Moens, Coedes, dan lain-lain. Prasasti ini memang kuat diyakini menetapkan asal-usul dinasti ini karena menerangkan siapakah Dapunta Sailendra dan ibu bapaknya dalam bahasa Dapunta Sailendra sendiri, yaitu bahasa Melayu.
Kata kuncinya terletak pada gelar Dapunta, yakni gelar khas raja-raja di Melayu dari keturunan Sriwijayamala.
Dalam Prasasti Kedukan Bukit, tersurat nama ‘Dapunta Hyang Srijayanasa’ sebagai pendiri sekaligus raja pertama di Sriwijaya. Dapunta ialah gelar untuk Sailendra dan tidak dipergunakan oleh raja-raja lain di Sriwijaya. Penguasa di Medang (Mataram) mengaku keturunan Dapunta Sailendra. Berikutnya untuk di Jawa dikenal gelar Rakai yaitu gelar bagi raja-raja Jawa. Rakai pada mulanya ialah penguasa Jawa di bawah hemegemoni Sriwijaya sebaga Datu. Dapunta Sailendra yang dimaksud oleh Prasasti Sojomerto itu adalah Dapunta Hyang Srijayanasa sebagaimana tertulis pada Prasasti Kedukan Bukit dan Prasasti Talang Tuwo. Sailendra adalah nama asli dan setelah bertahta sebagai raja ia bergelar Dapunta Hyan Srijayanasa.
Prasasti Sojomerto merupakan peninggalan Dinasti Sailendra yang ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuno. Prasasti ini tidak menyebutkan angka tahun, tapi berdasarkan analisis paleografi diperkirakan berasal dari kurun akhir abad ke-7 atau awal abad ke-8 Masehi.
Bahan prasasti ini adalah batu andesit dengan panjang 43 cm, tebal 7 cm, dan tinggi 78 cm. Tulisannya terdiri dari 11 baris yang sebagian sudah rusak terkikis usia.
Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais (Boechari, 1966). Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula. Prof. Drs. Boechari berpendapat bahwa tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Dinasti Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.
Secara retrospektif, isi teks Prasasti Sojomerto menjadi interkontekstual dengan baris-baris akhir teks Prasasti Kota Kapur, yang berbunyi, “…chakravarsatita 608 din pratipada çuklapaksa vulan vaichaka. Tatkalana yan manman sumpah ini. nipahat di velana yan vala çrivijaya kalivat manapik yan bhumi java tida bhakti ka çrivijaya.” (…Tahun Saka 608, hari pertama paruh terang bulan Waisakha (28 Februari 686 Masehi), pada saat itulah sumpah ini diucapkan; pemahatannya berlangsung ketika bala tentara Sriwijaya baru berangkat menyerang bumi jawa yang tidak berbakti kepada Sriwijaya).
Setelah Jawa (hingga Jawa Tengah dan tidak termasuk Jawa Timur) berhasil ditaklukkan, raja Sriwijaya (Dapunta Sailendra) menempatkan anggota keluarganya (keturunannya) sebagai penguasa/datu di Kerajaan Mataram/Medang. Sebagian lagi terjadi penyatuan keluarga melalui pernikahan. Dapunta Hyang Srijayanasa (Sailendra) sendiri menikah dengan salah seorang puteri dari Raja Linggawarman (raja ke-12 Tarumanagara), yang bernama Sobakancana.
Di kemudian hari sangat beralasan bila penguasa/datu di Mataram mengaku sebagai keturunan Dapunta Sailendra. Selain Prasasti Sojomerto, di Jawa ditemukan juga beberapa prasasti lain yang juga berbahasa Melayu kuno, antara lain:
Prasasti Manjucrighra, Candi Sewu, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, 2 November 792 M;
Prasasti Kayumwungan, Karangtengah, Temanggung, Jawa Tengah, 824 M (dwibahasa, Melayu kuno dan Jawa Kuno);
Prasasti Gandasuli I dan II, Candi Gondosuli, Desa Gondosuli, Kecamatan Bulu, Temanggung, Jawa Tengah, 832 M;
Prasasti Bukateja, Bukateja, Purbalingga, Jawa Tengah; dan Prasasti Dewa Drabya, Dieng, Jawa Tengah;
Dinasti Sailendra diyakini telah menumbuhkan Kerajaan Medang di Jawa. Menurut Poerbatjaraka, dinasti ini adalah perintis dari dinasti-dinasti lain dalam Kerajaan Medang. Tentu saja pakar sejarah dan sastra Jawa ini punya alasan kuat sehingga berpandangan demikian?
Terdapat tiga dinasti yang berkuasa di Kerajaan Medang, yakni Dinasti Sanjaya, Dinasti Sailendra, dan Dinasti Isyana. Sanjaya dan Sailendra berkuasa ketika kerajaan Medang berpusat di Jawa Tengah, sedangkan Isyana ketika pusat kerajaannya berpindah ke Jawa Timur. Teori awal mengatakan Dinasti Sanjaya dan Sailendra sama-sama berkuasa di dalam kerajaan Medang (antara lain dikemukan oleh Dr. Bosch). Beliau menyatakan, di dalam Kerajaan Medang terdapat dua dinasti yang berkuasa, yaitu Sanjaya dan Sailendra. Istilah dinasti Sanjaya merujuk kepada nama pendiri Kerajaan Medang, yaitu Sanjaya yang memerintah sekitar tahun 732 Masehi. Dinasti ini menganut agama Hindu aliran Siva.
Ibu dari Sanjaya adalah Sanaha, cucu Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga di Jepara. Ayah dari Sanjaya adalah Sena/Sanna/Bratasenawa (raja ketiga Kerajaan Galuh). Sena adalah putera Mandiminyak (raja kedua Kerajaan Galuh; 702-709 Masehi). Dikemudian hari Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah menyerang Galuh dengan bantuan Tarusbawa (raja Sunda). Penyerangan ini bertujuan untuk menyingkirkan Purbasora.
Ketika Tarusbawa meninggal dunia pada tahun 723 Masehi, kekuasaan Sunda dan Galuh berada di tangan Sanjaya. Di tangannya, Sunda dan Galuh bersatu kembali. Tahun 732 Masehi, Sanjaya menyerahkan kekuasaan Sunda-Galuh kepada puteranya Rakai Panaraban (Tamperan). Di Kalingga, Sanjaya memegang kekuasaan sekitar 22 tahun (732-754 Masehi), yang kemudian digantikan oleh puteranya dari Déwi Sudiwara, yaitu Rakai Panangkaran. Rakai Panangkaran dikalahkan oleh penguasa Sriwijaya keturunan Dapunta Sailendra. Pada tahun 778 Masehi raja Sailendra, yang beragama Buddha aliran Mahayana memerintahkan Rakai Panangkaran untuk mendirikan Candi Kalasan.
Sejak itu Kerajaan Medang dikuasai oleh keturunan dinasti Sailendra. Seorang puteri keturunan Dinasti Sailendra yang bernama Pramodawardhani menikah dengan Rakai Pikatan, seorang keturunan Sanjaya pada tahun 840–an. Rakai Pikatan kemudian mewarisi takhta mertuanya. Selanjutnya, Dinasti Sanjaya kembali berkuasa di Medang.
Poerbatjaraka menolak teori di atas. Menurut beliau Dinasti Sanjaya tidak pernah ada. Sanjaya sendiri adalah anggota keluarga Sailendra. Dinasti ini mula-mula beragama Hindu, karena istilah Sailendra bermakna “penguasa gunung” yaitu sebutan untuk Siva.
Istilah ‘Sanjayawamsa’ tidak pernah dijumpai dalam prasasti mana pun, sedangkan istilah ‘Sailendrawamsa’ ditemukan dalam beberapa prasasti, misalnya Prasasti Ligor, Prasasti Kalasan, dan prasasti Abhayagiriwihara. Jika Dinasti Sanjaya amat berkuasa sehingga dikatakan membina candi Prambanan sudah tentu mereka mampu memahat nama keluarga pada batu bersurat. Kenyataannya tidak ada nama keluarga Sanjaya terpahat pada prasasti (batu bertulis). Ini bermakna keluarga Sanjaya masih bernaung di bawah nama keluarga Sailendra.
Poerbatjaraka menyebutkan bahwa hanya ada satu dinasti saja yang berkuasa di Kerajaan Medang, yakni Dinasti Sailendra yang beragama Hindu Siva. Sejak pemerintahan Rakai Panangkaran, dinasti Sailendra terpecah menjadi dua. Agama Buddha dijadikan agama resmi negara, sedangkan keluarga keturunan Sailendra lainnya ada yang tetap menganut agama Hindu, misalnya seseorang yang kelak menurunkan Rakai Pikatan. Rakai Pikatan inilah yang dijadikan hujah/alasan keberadaan dinasti Sanjaya.
Satu lagi dinasti yang dikatakan memerintah Medang ialah Isyana. Istilah Isyana berasal dari nama Sri Isyana Wikramadharmottunggadewa, yaitu gelar Mpu Sindok setelah menjadi raja Medang (929–947 Masehi). Dinasti ini menganut agama Hindu aliran Siva.
Berdasarkan agama yang dianut, Mpu Sindok diyakini merupakan keturunan Sanjaya (pendiri Kerajaan Medang era Jawa Tengah). Salah satu pendapat menyebutkan, Mpu Sindok adalah cucu Mpu Daksa yang memerintah sekitar tahun 910–an. Mpu Daksa memperkenalkan pemakaian Sanjayawarsa (kalender Sanjaya) untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah keturunan asli Sanjaya. Dengan demikian, Mpu Daksa dan Mpu Sindok dapat disebut sebagai anggota Dinasti Sanjaya.
Namun Poerbatjaraka, Pusponegoro, dan Notosutanto menolak teori tentang keberadaan Dinasti Isyana. Menurut mereka, dalam Kerajaan Medang hanya ada satu dinasti saja, yaitu Dinasti Sailendra, yang sebagian beragama Hindu dan sebagian lagi Budha. Dengan kata lain, menurut teori ini Mpu Sindok adalah anggota Dinasti/Wangsa Sailendra yang beragama Hindu Siva dan yang memindahkan istana Kerajaan Medang ke Jawa Timur. Ketiga ahli sejarah itu berkesimpulan, hanya Dinasti Sailendra saja yang sebenarnya memerintah Kerajaan Medang.
Beberapa puluh tahun kemudian, Erwan Suryanegara bin Asnawi Jayanegara mengajukan asumsi yang lebih mengakar ke belakang, yaitu ke masa prasejarah. Dapunta Hyan Srijayanasa atau Sailendra, menurut Erwan Suryanegara berasal dari keturunan masyarakat Tradisi Megalitik Dataran Tinggi Pasemah (Bukit Barisan bagian selatan) di Sumatra. Masyarakat di daerah tersebut sudah mampu menghasilkan karya-karya kebudayaan yang pada masanya sudah tergolong tinggi/maju. Berdasarkan hasil penelitian Erwan, dari perbandingan usianya (yang menurut Van Heekeren berasal dari 500 tahun sebelum Masehi), artefak-artefak peninggalan Tradisi Megalitik Dataran Tinggi Pasemah terbukti tidak ada duanya di Nusantara, bahkan di Asia.
Sejarah bangsa-bangsa di dunia membuktikan, tegas Erwan, “Masyarakat berkebudayaan tinggi selalu lahir dari masyarakat yang pada masa lampaunya juga berkebudayaan tinggi.”
mksi ya gan,
ReplyDeletetp lw ada informasinya di update trus ya gan......
iya deh,,
ReplyDeletetungguin ajj informasi brikutnya :)
Saya penikmat sejarah, menurut saya Syailendra didirikan oleh dapurnya hyang berasal dr Miangas tamvan Indragiri .. wilayah Minangkabau yg sekarang kita kenal..
ReplyDeletebagus artikelnya....
ReplyDeletesangat bermanfaat
Bahasa Melayu sudah di gunakan sejak dulu di pulau Jawa sebagai bahasa formal lahir nya bahasa Melayu dari mengadopsi bahasa sangsekerta. Wangsa Syailendra suda ada di pulau Jawa sejak jauh sebelum Masehi mendirikan kerajaan Galuh purba yang ada di gunung selamat
ReplyDelete